Kamis, 26 Mei 2011

Jejak Ceria Yunda dan Akang

Your Slideshow Title Slideshow: "TripAdvisor™ TripWow ★ Your Slideshow Title Slideshow ★ to . Stunning free travel slideshows on TripAdvisor"

Kamis, 19 Mei 2011

Abu Bakar As- Shiddiq yang Kaya Raya

Dialah manusia yang Allah pilih untuk menjadi teman karibnya Nabi Akhir Zaman, bersama di masa remaja, bersama dimasa dewasa, bersama dimasa dakwah, bersama dimasa hijrah, bersama dimasa hingga akhir dalam Islam, bahkan bersama di Jannahtullah yang dijanjikan Allah.

Abu Bakar dikenal sebagai pedagang yang unggul, jujur, berhati lembut, dan hakim yang memiliki kedudukan yang tinggi di suku Qurais. Ketika Muhammad menikah dengan Khodijah RA dan pindah hidup dengannya. Pada saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar dan tahukah anda, bahwa ternyata Abu Bakar memiliki rumah yang sama seperti rumah Muhammad SAW dan istrinya saat masih di Mekah, rumahnya juga bertingkat dua dan mewah.  Rosulullah SAW dan Abu Bakar berusia hampir sama yang juga berprofesi sebagai pedagang yang ahli ekonomi.

Abu Bakar dikenal dengan kecakapan dan kepiawaian dalam berbicara dan bernegosiasi sekaligus juga sangat dikenal sebagai pengusaha kaya raya yang dermawan. Dimasa awal Islam saat di Kota Mekah, yang paling banyak jadi pemeluk Islam adalah para budak dan, sehingga penyiksaan terparah yang paling banyak diterima oleh kaum muslimin dimasa-masa awal adalah untuk para budak dan faqir yang membawa Islam. Memang kaum Muslimin yang berpendidikan tinggi juga mendapatkan penyiksaan hanya saja tidak sekeras yang diterima oleh para Budak, karena biasanya masih dilindungi oleh rumpun keluarganya masing-masing sebagaimana yang lazim terjadi pada masa itu.

Hal ini juga yang membuat Abu Bakar banyak menggunakan hartanya untuk membebaskan para budak yang menjadi muslim dari kekuasaan tuannya. Hal ini juga berlaku pada seorang Sahabat Rasulullah SAW yaitu Bilal bin Raba RA, sang muadzin Rasulullah. Sahabat Nabi Bilal saat itu adalah seorang budak Habsyi yang hitam legam, dan telah memeluk Islam dan diketahui oleh Tuannya yaitu Umayyah bin Khalaf. Umayyah menyiksa Bilal dengan sangat keras, mereka membawanya keluar pada siang hari di padang pasir dan mencampakkannya di atas pasir-pasir yang panas dalam keadaan tak berbaju. Kemudian mereka membawa batu yang telah dipanaskan dan meletakkan di atas tubuh dan dadanya. Siksa yang demikian berulang-ulang setiap hari, tapi Bilal tetap tegar. Hati sebagian penyiksa menjadi lunak seraya berkata
 "Sebutlah Latta dan Uzza dengan baik" tapi Bilal menolak dan sebagai gantinya ia mengucapkan senandung yang sangat terkenal hingga akhir zaman “Ahad Ahad” yang mengartikan Allah yang Satu, Allah Yang Maha Esa. Sebuah nilai kepahlawanan arti keteguhan dan kesabaran dalam kebenaran yang hakiki.

Dan disaat itulah satu kisah kepahlawan terukir dengan gemilang. Abu Bakar Ash Shiddiq tampil disaat mereka menyiksa Bilal bin Rabbah. Abu Bakar datang dan meneriakkan "Apakah kalian membunuh orang karena berucap Robbku adalah Allah?" dan Abu Bakar meminta kepada Umayyah untuk menjual Bilal kepadanya, sesungguhnya Umayyah memang berkeinginan untuk menjual Bilal. Dan Abu Bakar membelinya dengan harga yang berlipat ganda dari harga yang diinginkan Umayyah. Ketika Abu Bakar memegang tangan Bilal untuk membawanya, maka Umayyah berkata "Ambillah! Demi Latta dan Uzza seandainya kamu menolak kecuali membelinya dengan 1 uqiyah niscaya aku menjualnya dengan harga itu". Abu Bakar menjawab "Demi Allah seandainya kamu menolak kecuali seharga 100 Uqiyah niscaya aku akan membayarnya." Ya Abu Bakar memang membeli Bilal dengan 100 Uqiyah.
Adapun Bilal setelah dia dibebaskan, dia menjalani kehidupan ditengah orang-orang merdeka.

Dan tahukah anda berapa 100 uqiyah itu, dalam sebuah Hadist Rasulullah SAW.
Abu Salamah menceritakan, aku pernah bertanya kepada Aisyah berapa mahar Nabi untuk para istrinya. Mahar beliau untuk para istrinya adalah sebesar 12 uqiyah dan 1 nasyi, lalu Aisyah bertanya berapakah 1 uqiyah itu. Aku menjawab tidak, Aisyah menjawab lagi 40 dirham, dan tahukah kamu  berapa 1 nasyi itu, aku menjawab tidak, lalu aisyah menjawab 1 nasyi sama dengan 20 dirham.
1 uqiyah = 40 dirham
1 nasyi = 20 dirham
1 dirham = 2,975 gram emas
Jika harga emas sekarang sama dengan 300.000 maka Abu Bakar mampu memerdekakan Bilal dengan hartanya sendiri sebesar = 100 uqiyah x 40 dirham x 2,975 gram x rp 300.000 = Rp 3.570.000.000,- atau senilai Tiga Milyar Lima Ratus Tujuh Puluh Juta Rupiah. 

Subhanallah Allahu Akbar artinya Abu Bakar memang benar-benar kaya. Kaya Raya. Akankah kita mejadi generasi Abu Bakar berikutnya. Semoga....

Senin, 16 Mei 2011

Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq

Hanya dalam 2,5 tahun kepemimpinannya, rakyat mencatatnya sebagai khalifah (pemimpin) Islam yang sukses memberantas kemiskinan, menciptakan stabilitas sosial dan politik, serta solidaritas kemanusiaan yang tanpa batas. Sekalipun dia pedagang kaya, tapi kesederhanaan dan kelembutan kepribadiannya selalu mendasari setiap kebijakan dan kepemimpinannya sebagai pengganti Rasulullah SAW. Padahal, boleh dikata berbagai ancaman, disintegrasi dan cercaan yang dialamatkan kepadanya, tak kalah hebatnya dibanding pada masa Rasulullah. Namun, itu semua dihadapi dengan hati bening, jiwa lapang, dan pikiran jernih. Ia senantiasa mengembalikan semua persoalan yang dihadapinya kepada ajaran yang hanif.

Abu Bakar bernama lengkap Abdullah bin Abi Kuhafah At-Tamimi. Nama kecilnya adalah Abdul Ka'bah. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah karena cepatnya dia masuk Islam (assaabiquunal awwaluun, yakni golongan pertama yang masuk Islam). Sedang Ash Shiddiq yang berarti 'amat membenarkan' adalah gelar yang diberikan kepadanya lantaran ia segera membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai peristiwa.

Dari garis kedua orang tua, Usman bin Amir bin Amr bin Sa'ad bin Taim bin Murra bin Ka'ab bin Lu'ayy bin Talib bin Fihr bin Nadr bin Malik (ayah), dan Ummu Khair Salama binti Skhar (suku Quraisy) terlihat, Abu Bakar termasuk dari suku terhormat, yakni suku Taim (ayah) dan Quraisy (ibu). Kedua suku ini banyak melahirkan orang besar.

Sejak kecil, Abu Bakar dikenal sebagai anak yang cerdas, sabar, jujur dan lembut. Ia menjadi sahabat Nabi SAW sejak keduanya masih usia remaja. Karena sifatnya yang mulia itu, ia banyak disenangi dan disegani oleh masyarakat sekitar, juga lawan maupun kawan saat memperjuangkan Islam.

Abu Bakar yang juga mahir dalam ilmu hisab itu, dikenal mempunyai kedudukan istimewa di sisi Nabi SAW. Bahkan salah satu putrinya, yakni 'Aisyah Ra, kemudian dinikahi Rasulullah.

Secara universal, sesungguhnya prototipe Abu Bakar mungkin dapat digolongkan sebagai pejuang Islam yang sejak awal konsisten membela kaum tertindas, tak pandang bulu. Seperti dikutip Jamil Ahmed dalam Seratus Muslim Terkemuka, Abu Bakar tak pernah absen dalam setiap pertempuran menegakkan kebenaran dan menumpas penindasan.

Perjuangannya itu semakin berat sejak dirinya dipilih sebagai khalifah, menggantikan Rasulullah yang wafat pada 632 M. Ketika itu, wilayah kekuasaan Islam hampir meliputi seluruh semenanjung Arabia, dan terdiri berbagai suku.

Terpilihnya Abu Bakar yang juga disepakati kalangan sahabat itu dinilai tepat saat negara dalam kondisi tak menentu. Dalam pidato baiat yang dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah, Abu Bakar antara lain menyatakan, 

"Orang yang lemah di antara kalian akan menjadi kuat dalam pandangan saya hingga saya menjamin hak-haknya seandainya Allah menghendaki, dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah dalam pandangan saya sehingga saya dapat merebut hak daripadanya. Taatilah saya selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bila saya mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, janganlah ikuti saya."

Sebagai pemimpin, kedermawanan dan solidaritas kemanusiaannya terhadap sesama tak diragukan lagi. Ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, kekayaannya mencapai 40.000 dirham, nilai yang sangat besar saat itu. Kekayaan itu seluruhnya didedikasikan bagi perjuangan Islam. Soal ini, sejarawan Kristen Mesir, Jurji Zeidan, punya komentar menarik. Katanya, "Zaman khalifah-khalifah yang alim adalah merupakan keemasan Islam.

Khalifah-khalifah itu terkenal karena kesederhanaan, kejujuran, kealiman, dan keadilannya. Ketika Abu Bakar masuk Islam, ia memiliki 40.000 dirham, jumlah yang sangat besar waktu itu, akan tetapi ia habiskan semua, termasuk uang yang diperolehnya dari perdagangan demi memajukan agama Islam.

Ketika wafat, tidaklah ia mempunyai apa-apa kecuali uang satu dinar. Ia biasa jalan kaki ke rumahnya maupun kantornya. Jarang terlihat dia menunggang kuda.
Keikhlasannya yang luar biasa demi kemakmuran rakyat dan agamanya itu, kata Jurji, sampai-sampai menjelang wafatnya, Abu Bakar memerintahkan keluarganya untuk menjual sebidang tanah miliknya dan hasilnya dikembalikan ke masyarakat sebesar jumlah uang yang telah ia ambil dari rakyatnya itu sebagai honorarium, dan selebihnya agar diberikan kepada Baitulmal wat Tamwil, lembaga keuangan negara.

Stabilitas dan keamanan masyarakat, di antaranya yang paling menonjol dalam 'rapor' pemerintahan Abu Bakar. Karena dinilai sebagai amanat negara, Abu Bakar mengangkat Umar bin Khaththab sebagai kadi (hakim). Namun, selama setahun sejak diangkat sebagai kadi tak satupun pengaduan dari masyarakat muncul. Ini karena rakyat terbiasa hidup jujur dan bersih dibanding masa sebelum Islam. Sementara Ali, Usman, dan Zaid bin Tsabit diangkat sebagai khatib.

Di medan pertempuran, sang khalifah juga mengajarkan bagaimana berperang yang baik. Sepuluh pesan yang kerap disampaikan khalifah yang wafat pada 13 H, dalam usia 63 tahun itu, ketika hendak melepas pasukannya ke medan perang adalah: 

"Jangan berkhianat, jangan berlebih-lebihan, jangan menipu (berbuat makar), jangan membunuh lawan dengan cara-cara sadis, jangan membunuh anak-anak, lelaki lanjut usia, dan wanita. Juga jangan menebang pohon-pohon kurma yang sedang berbuah, jangan melakukan pembakaran, jangan menyembelih domba, sapi, dan unta kecuali hanya untuk sekadar kebutuhan makan dagingnya. Nanti kalian akan berjumpa dengan orang-orang yang bertapa dalam biara, maka biarkanlah mereka dan jangan mengusiknya."

Menjadi Muslim yang baik dan selalu taat pada agamanya tidaklah mudah. Tapi jalan menuju hal itu selalu terbuka. Sejarah mencatat, Abu Bakar satu dari sekian banyak sahabat Rasulullah yang dengan tegar dan tabah menghadapi berbagai cobaan dan tantangan dalam mengamalkan ajaran Islam. Tapi jangan pula ditanya seberapa besar kesetiaan Abu Bakar kepada Rasulullah, atau sejauh mana kualitas keimanannya kepada Allah.
Soal ini, Nabi sendiri dalam banyak sabdanya secara khusus berujar tentang diri dan kebaikan Abu Bakar. Kata Nabi SAW, seperti diriwayatkan Imam Bukhari, 
"Sesungguhnya Allah mengutusku kepadamu dan kamu berkata, 

"Engkau dusta! Sedangkan Abu Bakar berkata, "Dia benar." Abu Bakar menyantuni aku dengan dirinya dan hartanya.

Tidakkah kalian berhenti mengganggunya. Sesudah itu, Abu Bakar tak lagi diganggu." Masuknya Abu Bakar ke dalam Islam pun tak kalah pentingnya sebagai 'ibrah (hikmah) kita semua. Kisah itu berawal ketika Abu Bakar bertemu Rasulullah. Kepada Rasul terakhir ini, ia bertanya, "Ya Muhammad apakah benar apa yang dituduhkan kaum Quraisy (kaumnya Abu Bakar sendiri, Red) terhadapmu bahwa kamu meninggalkan tuhan-tuhan kita, merendahkan akal pikiran kita dan mengkufuri ajaran-ajaran nenek moyang kita?" 

"Ya benar! Sesungguhnya aku ini Rasul Allah dan Nabi-Nya.

Allah mengutus aku untuk menyampaikan risalah-Nya dan mengajakmu kepada Allah yang benar. Demi Allah, itu adalah hak. Aku mengajakmu, hai Abu Bakar kepada Allah Yang Esa, tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Janganlah kamu menyembah selain Allah dan patuh serta taatlah kepada-Nya," jawab sang Nabi. Abu Bakar pun masuk Islam.

Sejak masuknya Ash Shiddiq ke agama terakhir ini, perjungan dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah makin kuat. Ia yang termasuk periode awal para pemeluk Islam itu, menjadikan seluruh jiwa, raga dan harta Abu Bakar, hanya untuk perjuangan dakwah Rasulullah.

Perlindungan dan pengorbanannya setiap saat terhadap sang Rasul pun dilakukannya sampai-sampai ia tak memedulikan lagi dirinya sendiri. Soal ini, Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah dan Imam Tirmizi, bersabda, 

"Tiada seorang pun bermanfaat bagiku hartanya sebagaimana bermanfaat bagiku harta Abu Bakar."
Sosok Abu Bakar yang memang memiliki sifat-sifat yang sama seperti Rasulullah, di antaranya amanah, tablig (menyampaikan), fathanah (cerdas), teguh pendirian dan taat beragama, rendah diri dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain, itulah yang membuat Rasulullah dalam banyak hal memberikan kepercayaan pada diri Abu Bakar.

Dengan kepemilikan hartanya yang cukup banyak, lantaran ia memang saudagar kaya di masanya, Abu Bakar menjadikan seluruh harta yang dimilikinya hanya untuk mengabdi di jalan-Nya. Sekalipun dalam kondisi sakit misalnya, Abu Bakar senantiasa menyambut ajakan amal baik. Seperti dijelaskan sahabat Umar bin Khaththab,
 
"Aku tidak pernah mendahului Abu Bakar dalam mengamalkan kebajikan. Dia yang selalu mendahuluiku."

Perjuangan dan pengorbanan Abu Bakar yang penuh keikhlasan itu oleh Allah akan dibalas dengan surga. Sebagaimana diceritakan Abu Dzaar Ra, ketika Rasulullah masuk ke rumah 'Aisyah Ra, beliau mengatakan Abu Bakar termasuk dalam al 'asyarah al mubasysyiriina bil jannah (sepuluh orang yang dijamin Rasulullah bakal masuk surga). Dalam kelompok ini juga ada Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair Ibnul Awwam, Abdurrahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah Ibnul Jarrah.

Selasa, 03 Mei 2011

Lentera Jiwa

Buku kecil berjudul Who Move My Cheese.
Buku ini bercerita tentang dua kurcaci. 

Mereka hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju.
Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis.

Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat menolak.
Dia yakin keju itu hanya ‘dipindahkan’ oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu.

Membaca buku itu, dan juga bila berkesempatan menonton Lentera Jiwa (tayang Ahad, 31 Agustus 2008), kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup mereka.

Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. ‘’Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini,’’ ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat.

Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter.

Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya.

Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. ‘Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

Teruslah berjuang untuk menemukan kebahagiaanmu.